Archive for the ‘PEMENTASAN’ Category
Posted by nasrulazwar pada 3 Oktober, 2007
Tiga Narasi Perempuan
Pertunjukan koreografi ini memang telah lama berlalu, dan tulisan ini juga telah lama Di atas pentas Teater Utama Taman Budaya Sumatra Barat, beberapa waktu lalu, sorot lampu bercahaya temaram dan terlihat usang, menyapu bagian tengah ruang pentas. Cahaya itu membasahi sepasang tubuh yang meliuk-meliuk tegas dalam gerak silek harimau (salah satu anasir tradisi silek di Minangkabau), tampak “bertutur” dengan fasihnya tentang tatanan dan sistem adat Minangkabau yang melarang kawin sesuku. Jelas, bahasa koreografi Susasrita Lora Vianti pada malam itu memperlihatkan perlawanan terhadap sistem adat dan kekerabatan matrilineal Minangkabau, yang memang ditabukan kawin sesama suku (sepersukuan). Dalam sistem kekerabatan matrilineal yang dianut dalam kultur Minangkabau hanya mengakomodasi garis keturunan menurut tali darah perempuan (ibu). Sistem adat dan kekerabatan matrilineal Minangkabau memang bukan pertama yang menjadi “inspirasi” bagi kreator. Namun, paling tidak, untuk Sumatra Barat 5 tahun terakhir, inilah yang pertama tuturan kreativitas tentang pemberontakan terhadap sistem kekerabatan matrilineal Minangkabau dipentaskan. Baca entri selengkapnya »
Posted in PEMENTASAN | Leave a Comment »
Posted by nasrulazwar pada 3 Oktober, 2007
Revolusi Dimulai dari Suku Naga
Penguasa, politisi, dan pengusaha seperti anjing berebut tulang. “Tulang” itu adalah Bukit Selako yang sangat kaya dengan emas, intan, dan tembaga lainnya. Bukit Seloka yang jadi incaran investor itu terletak di perkampungan Suku Naga yang berada dalam kekuasaan pemerintahan Astinam. Sri Ratu, pimpinan tertinggi negara Astinam, akan menguasai bukit itu dan menjadikan sebagai daerah tambang dengan dalih pembangunan. Para pembantu Sri Ratu—semenjak perdana mentri hingga mentri-mentri lainnya, serta Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) negara Astinam—berlomba menjadi penjilat yang “santun” dan dengan pelbagai alasan merayu rakyat Suku Naga untuk menyukseskan program pembukaan pertambangan itu. Baca entri selengkapnya »
Posted in PEMENTASAN | Leave a Comment »
Posted by nasrulazwar pada 3 Oktober, 2007
Menertawakan Minangkabau dari Dalam
Saya kutip Wiratmo Soekito (1984). Ia menulis, “Setiap karya yang besar merupakan suatu pementasan politik, seperti karya Beumarchais Le Mariage de Figaro (1784) yang meramalkan pecahnya Revolusi Prancis (1789) atau karya Chekhov “Vishnyvy Sad” (1904) yang meramalkan pecahnya Revolusi Rusia (1917), atau karya Shaw Heartbreak Hoese (1919) yang meramalkan pecahnya Perang Dunia Kedua (1939).” Baca entri selengkapnya »
Posted in PEMENTASAN | Leave a Comment »
Posted by nasrulazwar pada 3 Oktober, 2007
“Menjadi Manusia di Taman”
Di sebuah taman entah di mana. Galibnya sebuah taman, ia hadir sebagai ruang publik. Ruang sosial, mungkin juga ruang antisosial. Pohon-pohon rindang dan juga bunga-bunga hadir dalam keteraturan dan beku. Bangku-bangku terpaku di sudut-sudut taman. Kadang taman itu sangat sepi, pun sebaliknya. Orang-orang singgah melepas semua yang terasa lalu pergi: bertemu dan berpisah. Taman adalah “rumah” bagi manusia yang lelah dan ruang gembira bagi binatang piaraan. Taman juga lanskapis nan indah tapi kemurungan tak mungkin menghidar darinya. Baca entri selengkapnya »
Posted in PEMENTASAN | Leave a Comment »
Posted by nasrulazwar pada 3 Oktober, 2007
Pelajaran Berharga dari “Pelajaran”
Dalam sebuah tulisan Eugenio Barba dan kawan-kawan berjudul Anatomie de L’ Acteur (1985) yang diterjemahkan Yudiaryani ke dalam bahasa Indonesia menyebutkan: kata “teks” sebelum menunjukkan teks tertulis maupun lisan, dicetak atau tulisan tangan, berarti rajutan bersama. Dalam pengertian ini, tidak ada pementasan yang hadir tanpa rajutan bersama tanpa “teks”. Artinya, apa yang berhubungan dengan “teks” (rajutan) dapat diartikan sebagai ‘dramaturgi’—yang berarti drama-eregon—suatu kerja, penampakan bekerjanya sebuah laku dalam pertunjukan plot. Memang sulit membedakan dalam pendekatan dramaturgi, pementasan yang dianggap sebagai “penyutradaraan” seorang sutradara dan apa yang disebut sebagai “penulisan” seorang pengarang. Perbedaannya hanya tampak dengan jelas melalui penggarapan teater, melalui penafsiran sebuah teks tertulis. Baca entri selengkapnya »
Posted in PEMENTASAN | Leave a Comment »
Posted by nasrulazwar pada 3 Oktober, 2007
Tafsir Dua Teks Kultural Minangkabau
Tafsir terhadap teks telah menjadi wilayah kuasa sutradara teater yang paling absolut. Pada wilayah teks budaya yang maha luas itu, sutradara merambah belantara ikon, simbol budaya, dan penanda sosial lainnya untuk diwujudkan dalam estimasi ruang dan waktu dalam satu frame panggung dengan pertanggungjawaban kreatif sutradara. Baca entri selengkapnya »
Posted in PEMENTASAN | Leave a Comment »
Posted by nasrulazwar pada 3 Oktober, 2007
Aktor (Bukan) Segala-galanya
“Tugas kita ditunggu, tugas Dogot menunggu. Itu saja. Perut itu kan urusanmu.”
“Apa urusanmu cuma otak, tak pakai perut? Apa Dogot, saudaramu itu tak punya perut tapi punya otak? Begitu? Kau saudaranya ‘kan? Seperti halnya tukang tiup peluit, tukang jual tiket dan tukang gali selokan. Dogot itu saudaramu ‘kan? Kalau bukan mengapa kau tutup-tutupi?…” Baca entri selengkapnya »
Posted in PEMENTASAN | Leave a Comment »
Posted by nasrulazwar pada 3 September, 2006
Dari Pemeranan ke Konsepsi Teater: Sebuah Inheren
OLEH NASRUL AZWAR
Pada Pentas Seni II Tahun 2002 yang diselenggarakan Dewan Kesenian Sumatra Barat, Teater Eksperimental KPDTI Fakultas Sastra Unand hadir dengan pertunjukan berjudul “Jenjang”, karya dan sutradara Prel T.
Saat itu, Prel T mengatakan, “Jenjang” digarap dengan konsep eksperimen yang difokuskan adalah teknik estetis pertunjukan. Seluruh pengadegan didominasi oleh konsep fungsional. Pembentukan set di samping bersifat statis, juga dinamis. Maka dengan sendirinya set dibentuk melalui pembentukan adegan. Sentral performance adalah ruang (bukan bidang). Seluruhnya memanfaatkan sejumlah jenjang (dalam berbagai ukuran) sebagai properti utama. Baca entri selengkapnya »
Posted in PEMENTASAN | 1 Comment »